Kamis, 12 Januari 2017

Proses Penerimaan Pesan Massa dalam Kesenian Lombok oleh Pepadu, ditengah Pergolakan Media.


A.    Pendahuluan
Kebudayaan yang kita kenal dengan istilah ‘peradaban’, mengandung pengertian yang luas dan pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan seni, moral, hukum, adat-istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat[1]. Para ahli banyak yang menyelidiki tentang berbagai macam kebudayaan. Dari penyelidikan tersebut memunculkan dua pemikiran yang berbeda tentang kemunculan suatu kebudayaan atau peradaban. Pertama, anggapan bahwa adanya hukum kesamaan baik dari pemikiran maupun perbuatan seorang individu. Kedua, beranggapan bahwa tingkat kebudayaan dan peradaban muncul sebagai akibat taraf perkembangan dan hasil evaluasi masing-masing proses sejarahnya. Yang kedua ini sendiri tidak luput dari konteks sejarah, dan perlu dicatat pula bahwa kedua pendapat ini tidak lepas dari kondisi alam juga. Alam terus berjalan dan tidak  jenuh dengan keadaan yang tidak pernah ada ujungnya. Sebab diantara keduanya ada keterkaitan, dan jika dilihat dari proses berjalannya sejarah, sebagaimana yang diketahui bahwa sejarah bukan hal yang mengikat, tetapi merupakan kondisi ilmu pengetahuan, agama, seni, adat-istiadat, dan kehendak semua masyarakat. Namun, Kroeber dan Klukhon (1950) mengatakan bahwa kebudayaan  terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk didalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi kebudayaan terdiri atas cita-cita atau paham, dan terutama keterikatan  terhadap nilai-nilai[2]. Dapat dikatakan, bahwa kebudayaan tidak lepas dari manusia, sangat kontras dan berhubungan erat. Jika tidak ada manusia maka budaya pun tidak ada(tidak tercipta) dalam lingkungan. Mengapa demikian? Karena setiap tingkah laku yang dilakukan oleh baik itu individu maupun sekelompok orang tanpa disadari maupun tidak disadari minimbulkan berbagai kebudayaan yang berbeda. Kebudayaan itu sendiri bersifat universal (menyeluruh) dan dapat diterima oleh pendapat umum. Umumnya kebudayaan adalah sesuatu yang berharga atau baik yang harus dijaga dan sudah menjadi leluhur untuk semua orang.
Sebelumnya, dalam dialektika kita tentang kebudayaan yang wawasannya begitu luas, maka perlu dipahami terlebih dahulu kerangka-kerangka yang ada dalam kebudayaan itu sendiri. Diantaranya : konsep kebudayaan, wujud kebudayaan, unsur kebudayaan, sistem budaya, sistem sosial, kebudayaan fisik, dan lainnya.
1.      Konsep Kebudayaan
Dilihat dari konsep kebudayaannya sendiri, Koentjaraningrat[3] menggunakan istilah ‘kebudayaan’ yang berasal dari Sansakerta –budhayah, bentuk jamaknya adalah budhi yang berarti “budi” atau “akal”[4]. Dengan kata lain kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”.
Menurut dimensi wujudnya, ada 3[5] :
·         Kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia : Wujud ini disebut sistem budaya, sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat, dan berpusat pada kepala-kepala manusia yang menganutnya. Sistem ini tidak terpecah atau terbentuk dalam kepingan-kepingan yang terlepas, melainkan saling berkaitan berdasarkan asas-asas yang erat hubungannya, sehingga menjadi hubungan yang relative mantap dan kontinyu.
·         Kompleks aktivitas, wujud ini disebut system sosial karena tidak terlepas dari sistem budaya. Bentuknya berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat kongkret dapat diamati atau diobservasi. Aktivitas ini ditentukan oleh gagasan dan pikiran yang ada di kepala manusia, dan karena adanya interaksi dari manusia, maka hal ini dapat menimbulkan gagasan, konsep dan pikiran baru serta mustahil untuk tidak menerima dan mendapat tempat dalam sistem budaya dari manusia yang berinteraksi tersebut.
·         Wujud sebagai benda. Aktivitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya. Aktivitas karya  manusia tersebut menghasilkan benda untuk berbagai keperluan hidupnya. Kebudayaan dalam bentuk fisik yang kongkret biasa juga disebut kebudayaan fisik, mulai dari benda yang diam sampai pada benda yang bergerak.        
Unsur-Unsur Kebudayaan[6]
Menurut konsep B. Malinowski, ada tujuh kebudayaan unsur universal :
o  Bahasa
o  Sistem teknologi
o  Sistem mata pencaharian
o  Organisasi sosial
o  Sistem pengetahuan
o  Religi
o  Kesenian
Koentjaraningrat menggambarkan bentuk persepsi masyarakat tentang kebudayaan dalam bagan lingkaran. Mengapa bagan lingkaran? karena untuk menunjukkan bahwa kebudayaan itu bersifat dinamis. Lingkaran itu akan terbagi menjadi tujuh sektor, dan tanpa menghilangkan ketujuh unsurnya yang universal itu pula. Tiap-tiap unsur kebudayaan itu akan terbagi dalam wujud kebudayaan, yaitu sistem budaya, sistem sosial dan kebudayaan fisik. Ketiganya ini merupakan kerangka budaya. Tapi dikhususkan bahwa, sistem budaya dan sistem sosial merupakan sistem yang secara analisis dapat dibedakan. Sistem sosial lebih banyak dibahas dalam kajian sosiologi, sedangkan sistem budaya banyak dikaji dalam disiplin pengetahuan budaya[7].
a.       Sistem Budaya
Sistem budaya merupakan wujud yang abstrak dari kebudayaan. Sistem budaya (cultural system) merupakan ide-ide dan gagasan manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat. Sistem budaya sendiri merupakan bagian dari kebudayaan, yang diartikan sebagai adat-istiadat. Adat-istiadat mencakup sistem nilai budaya, sistem norma, dan norma-norma itu sendiri menurut pranata-pranata yang ada didalam masyarakat termasuk norma agama. Fungsi sistem budaya adalah menata dan memantapkan tindakan-tindakan serta tingkah laku manusia. Proses belajar dari sistem budaya ini dilakukan melalui pembudayaan atau institutionalization.
Kebudayaan sebagai penciptaan dan perkembangan nilai meliputi segala apa yang ada dalam alam fisik, personal dan sosial, yang disempurnakan untuk realisasi tenaga manusia dan masyarakat[8]. Jelaslah yang menentukan adalah kesatuan, sintesis atau konfigurasi nilai-nilai yang wajar. Unsur kebudayaan hasil penciptaan dan perkembangan nilai[9] meliputi: Kebudayaan Subjektif dan Objektif[10].
b.      Sistem Sosial
Teori sistem sosial di perkenalkan pertama kali oleh Talcot Parsons[11]. Konsep sistem sosial merupakan konsep relasional sebagai pengganti konsep eksistensional perilaku sosial. Konsep sistem sosial adalah alat pembantu untuk menjelaskan tentang kelompok-kelompok manusia. Tiap-tiap sistem sosial terdiri atas pola-pola perilaku tertentu yang mempunyai struktur dalam dua arti, yaitu : pertama, relasi-relasi sendiri antara orang-orang bersifat agak mantap dan tidak cepat berubah; kedua, perilaku-perilaku mempunyai corak atau bentuk yang relatif mantap.
Sebelumnya, kita masuk dulu dalam kiprah sosial atau bisa disebut dengan sosiologi itu sendiri. Menurut Hassan Shadily, sosiologi adalah ilmu masyarakat atau ilmu kemasyarakatan yang mempelajari manusia sebagai anggota golongan atau masyarakatnya (tidak sebagai individu yang terlepas dari golongan atau masyarakatnya), dengan ikatan-ikatan adat, kebaisaan, kepercayaan atau agamanya, tigkah laku serta keseniannya atau yang disebut kebudayaan yang meliputi segala segi kehidupannya[12].
Menurut Parsons, dalam suatu sistem sosial, paling tidak harus terdapat empat hal, yaitu[13]:
§  Dua orang atau lebih
§  Terjadi interaksi diantara mereka
§  Bertujuan
§  Memiliki struktur, simbol, dan harapan-harapan bersama yang dipedomaninya.
Parsons menambahkan lagi, bahwa sistem sosial dapat berfungsi apabila dipenuhi empat persyaratan fungsional, yaitu :
Ø  Adaptasi, menunjuk pada keharusan bagi system-sistem sosial untuk menghadapi lingkungannya.
Ø  Mencapai tujuan, bersamaan dengan sistem sosial ini merupakan, bahwa sebuah tindakan diarahkan pada tujuan-tujuannya.
Ø  Integrasi, merupakan persyaratan yang berhubungan dengan 20interelasi antara para anggota dalam sistem sosial.
Ø  Pemeliharaan pola-pola tersembunyi, konsep 21latensi pada berhentinya interaksi akibat keletihan dan kejenuhan sehingga tunduk pada system sosial lainnya yang mungkin terlibat.
2.      Hegel dan Pemikirannya tentang Sosiologi dalam kiprah Komunikasi
Dilihat dari pemikiran Karl Marx[14] bahwa dia tidak pernah lepas dari kajian komunikasi pemikiran Hegel. [15]Pemikiran Hegel yang paling utama dalam melahirkan pemikiran-pemikiran tradisional konflik dan kritis adalah ajarannya tentang dialektika dan idealisme. Dialektika itu sendiri lebih menekankan cara berfikir yang lebih dinamis. Di sisi lain, dialektika adalah pandangan tentang dunia bukan tersusun dari struktur yang statis, tetapi terdiri dari proses hubungan, dinamika konflik, dan kontradiksi. Pemahaman dunia semacam inilah, yang kemudian melahirkan gagasan-gagasan tentang komunikasi seperti apa yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas (Guru besar filsafat dan sosiologi di Frankfurt) dengan tindakan komunikatifnya. Hegel juga dikaitkan dengan filsafat idealisme yang lebih mementingkan pikiran dan produk mental daripada kehidupan material. Idealisme merupakan produk berfikir yang menekankantidak saja pada proses mental namun juga gagasan-gagasan yang dihasilkan dari proses mental (Ritzer:2004). Pemikiran Habermas itu sendiri berbeda dengan pemikiran Marx, jika Marx dia lebih cenderung kepada potensi manusia, spesies makhluk, dan aktivitas yang berperasaan. Menurut Habermas, Marx telah gagal membedakan antara dua komponen analitik yang bebeda, yaitu kerja (tenaga kerja, tindakan rasional-purposif), dan interaksi (aksi komunikatif) sosial (simbolis). Diantara kerja dan ineraksi, Marx hanya membahas kerja saja dengan mengabaikan interaksi sosial. Disepanjang tulisannya, Habermas menjelaskan perbedaan ini, meski ia cenderung menggunakan istilah tindakan (kerja) rasional-purposif dan tindakan komunikatif (interaksi)[16].
Ditambahkan lagi dengan pemikiran John Dewey[17], yang dikenal dengan filsafat pragmatiknya. Pragmatisme sendiri menolak dualisme pikiran dan materi, subjek dan objek[18]. Jadi, gagasan-gagasan seharusnya bermanfaat, pesan-pesan ide harus tersampaikan dan memberikan kontribusi pada tingkat perilaku orang. Pesan ide membentuk tindakan dan perilaku dilapangan.
Onong Uchyana mengatakan komunikasi sebagai proses komunikasi pada hakikatnnya adalah proses penyampaian pikiran, atau perasaan seseorang  (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati[19].
Jadi, lingkup komunikasi menyangkut persoalan-persoalan yang ada kaitannya dengan substansi interaksi sosial orang-orang dalam masyarakat, termasuk konten interaksi (komunikasi) yang dilakukan secara langsung maupun dengan menggunakan media komunikasi.
3.      Sosiologi komunikasi
Menurut Soerjono Soekanto, sosiologi komunikasi merupakan kekhususan sosiologi dalam mempelajari interaksi sosial yaitu suatu hubungan atau komunikasi yang menimbulkan proses saling pengaruh-mempengaruhi antara para individu, individu dengan kelompok maupun antar kelompok. Menurut beliau juga bahwa, sosiologi komunikasi mempunyai kaitan dengan public speaking yakni bagaimana seseorang berbicara kepada publik.
Secara komperehensif, sosiologi komunikasi mempelajari tentang interaksi sosial dengan segala aspek yang berhubungan dengan interaksi tersebut, seperti bagaimana interaksi (komunikasi) itu dilakukan dengan menggunakan media, bagaimana efek media sebagai akibat dari interaksi itu sendiri, sampai dengan bagaimana perubahan-perubahan sosial dimasyarakat yang didorong oleh efek media berkembang serta konsekuensi sosial macam apa yang di tanggung masyarakat sebagai akibat dari perubahan yang didorong oleh media massa itu.
Komunikasi didalam masyarakat dibagi dalam 5 jenis[20] :
1.      Komunikasi individu dengan indidvidu (komunikasi antar pribadi)
2.      Komunikasi kelompok
3.      Komunikasi organisasi
4.      Komunikasi sosial
5.      Komunikasi massa
Dan yang menjadi pembahasan adalah komunikasi massa itu sendiri, dimana Komunikasi Massa menurut McQuail[21] adalah komunikasi yang berlangsung pada tingkat masyarakat luas. Pada tingkat ini komunikasi dilakukan dengan menggunakan media massa. Selanjutnya McQuail sendiri mengatakan ciri-ciri utama komunikasi massa, sumbernya adalah organisasi formal dan pengirimnya adalah yang professional, pesannya beragam dan dapat diperkirakan, pesan diproses dan distandarisasikan, pesan sebagai produk yang memiliki nilai jual dan makna simbolik, hubungan antara komunikan dan komunikator berlangsung satu arah, bersifat impersonal, non moral dan kalkulatif.  
4.      [22]Ranah, Kompleksitas, dan Objek Sosiologi Komunikasi
Teknologi Telematika
Proses dan Interaksi sosial
Budaya
Kosmopolitan
Komunikasi
Individu kelompok
Masyarakat dunia
Efek media massa
                           



                Gambar 1 : Ranah Sosiologi Komunikasi
Ranah sosiologi komunikasi berada pada wilayah individu, kelompok, masyarakat, dan system dunia. Yang dimana, ranah ini bersentuhan dengan wilayah lain, seperti teknologi telematika, komunikasi, proses dan interaksi sosial, serta budaya kosmopolitan. Sosiologi komunikasi tidak sama dengan sosiologi secara umum sebab ranah sosiologi komunikasi berbeda dengan sosiologi secara keseluruhan.
B.     Teori-Teori yang Berkaitan
Menurut Nicholas Graham (1992:368) yang dikutip oleh Wilhelm : “Sementara hak-hak untuk ekspresi bebas yang tidak dapat dipisahkan dalam teori demokrasi telah terus-menerus ditekankan, apa yang telah hilang adalah kesadaran mengenai kewajiban-kewajiban timbal balik yang tak dapat dipisahkan dalam suatu ruang komunikasi yang mengikutinya. Pertama, ada kewajiban untuk mendengarkan pada pandangan-pandangan orang lain dan pada versi-versi alternative cara-cara. Kedua, partisipasi dalam debat dekat hubungannya dengan kewajiban bagi efek-efek tindakan yang dihasilkan.
Meletzke mengatakan bahwa, komunikasi massa adalah setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada public yang tersebar[23].
Menyampaikan pesan kepada masyarakat tentang nilai-nilai kebudayaan agar masyarakat tetap menjaga dan melestarikan kebudayaan yang ada pada daerah mereka. Karena jika kehilangan satu budaya saja, sama halnya dengan kehilangan satu indera dalam tubuh seorang manusia. Manusia jika kehilangan satu indera sebut saja mata, maka dia tidak bisa melihat, tidak ada kelengkapan. Sama halnya dengan kebudayaan. Seperti katanya ‘Lenyaplah pengetahuan jika hilang satu saja indera manusia dan apalah arti sebuah daerah jika tidak dibumbui oleh manisnya budaya’.   
Jika mengkaji lagi, Joseph A. Devito merumuskan definisi komunikasi massa yang pada intinya merupakan penjelasan tentang pengertian massa, serta tentang media yang digunakannya[24].
Ia mengemukakan definisinya dalam dua item, yaitu :  pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan untuk massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya . kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio atau visual.
Mengenai kebudayaan yang dilihat dari sudut pandang Thwaites et al  menjelaskan bahwa budaya adalah sekumpulan praktik sosial yang melaluinya makna diproduksi, disirkulasikan, dan dipertukarkan[25]. Budaya itu sendiri dapat diartikan sebagai sebuah nilai yang berlaku dan dipertukarkan dalam hubungan antar manusia baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Kita tidak bisa memungkiri bahwasanya, budaya merupakan nilai-nilai yang mucul akibat interaksi antar manusia disuatu wilayah atau negara tertentu. Hubungan kebudayaan dengan internet bisa disebut juga dengan cyberculture (Budaya Siber).
C.    Pembahasan
a.    Asal Mula Peresean
Peresean merupakan salah satu kebudayaan Lombok – Nusa Tenggara Barat. Suku sasak yang dikenal di pulau Lombok sangat memperhatikan dan menjaga kebudayaannya. Salah satu kebudayaan yang ditumbuhkembangkan dan pertahankan adalah Peresean atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai pelindung atau penangkis pukulan. Dan dalam permainan ini, para pemain akan melakukan suatu pertarungan (saling pukul) dengan menggunakan sebatang tongkat dari rotan sebagai alat pemukul dan ende[26] untuk menangkis pukulan lawan. Peresean bisa disaksikan oleh masyarakat luas, dan bisa juga melalui media-media sosial. Straubhaar dan LaRose (2002:24) mencatat bahwa adanya perubahan terminology menyangkut media. Perubahan itu sendiri berkaitan dengan teknologi, cakupan area, produksi missal (mass production), distribusi massal (mass distribution).
Jika kita melihat pada sejarahnya, masyarakat Lombok menyampaikan tradisi-tradisi ataupun kebudayaanya mereka lebih dominan secara langsung. Sehingga masyarakat akan mudah memahami dan menerima, tidak ada yang saling mencela atau bahkan mencerca kebudayaan masing-masing. Karena di Lombok setiap desa itu kadang memiliki kebudayaan yang berbeda, misalnya desa ‘bagik longgek’ ada acara ‘penyucian sabuk’ yang kadang dilakukan oleh satu keluarga besar baik untuk mengobati salah satu keluarga maupun  dan didesa ‘songa’ ada acara pergi ke makam orang-orang pendahulu, atau nenek moyang mereka.
Sebenarnya, jika kita telaah lebih jauh lagi, budaya sasak tidak berbeda jauh dengan adat atau kebudayaan bali. Kemungkinan besar, orang-orang Lombok masih sangat terikat kental dengan kebudayaan, sampai-sampai orang mengira bahwa hal yang mereka lakukan kadang syrik (menyekutukan tuhan) karena anggapan orang-orang dari luar cenderung berbeda. Tapi itulah keyakinan dan kepeercayaan mereka. Yang namanya kepercayaan atau keyakinan tidak bisa dipaksakan lagi.
Hanya saja, cara mereka yang mempercayai hal-hal ghaib sebagai penyelamat mereka atau mampu mengobati penyakit itu masih perlu dipertanyakan lagi, lebih mendekatnya mereka lebih kearah hal yang berbau takhayul. Wallahu a’lam.
b.   Tradisi Teori yang digunakan
Jika dilihat dari proses sejarahnya perisaian, orang-orang sasak menggunakan beberapa tradisi teori yang diemban. Berikut Tradisi teori :
1.      Tradisi Sosiokultural[27]
Realitas bukanlah seperangkat susunan diluar kita, tetapi dibentuk melalui proses interaksi didalam kelompok, komunitas dan budaya. Sama halnya dengan peresean sendiri, dibentuk dari asal usul Legenda Ratu Mandalika yang konon bunuh diri karena melihat dua orang pangeran yang bertarung sampai mati untuk memperebutkan dirinya. Tapi ada versi yang lainnya menyatakan bahwa peresean timbul dari pelampiasan emosional para raja sasak ketika akan atau telah selesai.
Kategori yang digunakan oleh individu dalam memproses informasi diciptakan secara sosial dalam komunikasi, mengikuti tradisi masyarakat suku sasak. Ada skeptisme, baik dalam perkembangan tentang penemuan metode-metode penelitian. Sosiokultural cenderung menganut ide bahwa realitas dibentuk oleh bahasa, sehingga apa yang ditemukan harus benar-benar dipengaruhi oleh bentuk-bentuk interaksi prosedur penelitian itu sendiri. Oleh karena itu dalam pendekatan sosiokultural, pengetahuan benar-benar dapat diinterpretasi dan dibentuk.
Konteks secara eksplisit diidentifikasi dalam tradisi ini karena penting bagi bentuk-bentuk komunikasi dan makna yang ada. Simbol-simbol yang penting dalam interaksi apapun dianggap memiliki makna yang berbeda ketika pelaku komunikasi berpindah dari satu situasi ke situasi lainnya[28]. Sama halnya ketika peresean, disana memunculkan beberapa tradisi yang sudah menjadi khas masyarakat Lombok. Penyampaian-penyampaian pesan yang dilakukan antar pepadu seolah mencoba untuk mengingatkan masyarakat akan adat dan kebudayaan yang tidak bisa ditinggalkan.
Sudut pandang yang berpengaruh dalam tradisi ini adalah paham konstruktivisme sosial (social constructionism). Berdasarka penelitian yang dilakukan oleh Peter Berger dan Thomas Luckmann, paham ini biasanya dikenal dengan istilah the social construction of reality, bagaimana pengetahuan manusia dibentuk melalui interaksi sosial. Identitas benda dihasilkan dari bagaimana kita berbicara tentang objek, bahasa yang digunakan, dan cara-cara kelompok sosial menyesuaikan diri pada pengalaman umum mereka[29].
2.      Tradisi Fenomenologis
Istilah phenomenon mengacu pada kemunculan sebuah benda, kejadian, atau kondisi yang dilihat. Interpretasi merupakan proses akal pikiran dan tindakan kreatif dalam mengklarifikasi pengalaman. Interpretasi melibatkan maju mundur antara mengalami suatu kejadian atau situasi dan menentukan maknanya, bergerak dari yang khusus ke yang umum dan kembali lagi ke yang khusus, dikenal dengan istilah hermeneutic circle[30].
Kita tidak dapat menjadi manusia tanpa menafsirkan, itu berarti bahwa pengalaman yang kita alami bahkan dunia yang kita tafsirkan terjalin sangat erat dan sebenarnya merupakan sesuatu yang sama. Teori Gadamer mengutamakan seseorang untuk saling memahami pengalaman dari sudut pandang perkiraan atau asumsi. Pengalaman, sejarah, dan tradisi memberi kita cara-cara memahami segala sesuatu serta kita tidak dapat memisahkan diri dari kerangka interpretatif tersebut. Sejarah bukan untuk dipisahkan dari masa kini. Kita semua bagian dari masa lalu, berada dimasa kini, dan merasakan masa depan. Dengan kata lain, masa lalu berjalan dalam diri kita dimasa kini dan mempengaruhi gambaran kita mengenai apa yang akan datang. Pada saat yang sama, gagasan kita tentang realitas memengaruhi bagaimana kita memandang masa lalu. Cara kita melihat sesuatu dimasa kini menciptakan sebuah jarak yang bersifat sementara dari sebuah objek masa lalu, artefak-artefak tersebut sama-sama memiliki keakraban dan keasingan[31].
Barangkali menggunakan kedua unsur tradisi ini, sedikit membawa kita menuju bagaimana keberkaitan antara hubungan budaya yang sangat berpengaruh dalam masyarakat. Baik dalam kesenian ataupun adat-istiadat. Kelumrahan suatu pengaruh akan berdampak pula pada apa yang digunakan, seperti halnya media.
Proses penyampaian pesan untuk masyarakat luas, bisa saja melalui beberapa media. Dimana kita tahu, bahwa masyarakat sangat rentan terhadap informasi-informasi yang baru saja muncul, disini kita bisa melihat bahwa setiap pesan yang disampaikan akan mempengaruhi masyarakatnya. Mungkin, kita bisa mengambil contohnya : ketika seorang pepadu yang sudah siap bertarung dengan pepadu lainnya, antara pepadu kidung pamungkas dengan pepadu bintang lapangan, setiap pepadu yang mengalami kekalahan maka akan diganti dengan siapa saja yang ada ditempat itu. Ke-antusias-an masyarakat sangat mempengaruhi, nilai budaya yang ada tersampaikan meski kadang masyarakat yang belum terlalu mengetahui makna pertarungan peresean hanya ikut tertawa dan biasanya saling teriak-menteriaki antara pepadu yang menjadi jagoan masing-masing.
Kebiasaan orang-orang mengumpulkan uang ditengah lapangan, mungkin bisa disebut juga dengan taruhan. Suatu tradisi memang, tapi yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah tradisi tersebut akan tetap dilakukan? Meskipun itu sendiri juga melibatkan masyarakat tingkat ekonomi rendah? Sama halnya dengan sabung ayam, tapi kemungkinan jika kita berbicara tentang budaya maupun tradisi mungkin arahnya akan berbeda lagi. Budaya yang harus diterapkan berdasarkan atas asumsi sejarah masa lalu sehingga akan mengingatkan setiap masyarakat bahwa ‘begini lah budaya kami, tradisi dari papuk-balok[32] kami’. Masyarakat turut bergembira, tidak ada permusuhan dari para pepadu meskipun mereka kalah sebab peresean tetap dibawa santai oleh mereka.
Tapi bukan hanya para tetua-tetua dari keturunan Dewi Mandalika saja maupun dua orang pangeran yang memperebutkannya (pangeran Sawing dari kerajaan johor dan pangeran Lipur dari kerajaan lipur) itu yang bisa/boleh melakukan peresean, tapi masyarakat sekitar baik dari kalangan bawah, menengah maupun atas juga bisa melakukannya. Karena dari tradisi budaya tersebut menyebabkan adanya kontaminasi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. Adanya proses penyampaian pesan melalui beberapa media yang bisa saja digunakan, baik melalui media cetak maupun elektronik.
Perkembangan siber yang juga sudah semakin meningkat membuat kebanyakan masyarakat tidak akan sulit mencari berbagai macam informasi. Belum lagi, proses digitalisasi media yang juga sudah memeluk berbagai wilayah di Indonesia. Memang, jika kita melihat masih banyak masyarakat yang kondisi keuangan atau rentan sangat bawah sekali, termasuk di pulau Lombok sendiri. Tapi itu tidak memungkinkan bahwa mereka tidak bisa menerima maupun menyaksikan pagelaran peresean tersebut.
Belakangan ini sudah ada tv lokal[33] yang beredar dilombok, orang-orang bisa menyaksikan peresean tanpa harus pergi menyaksikan ketempat pagelaran tersebut, dan kemungkinan besar orang-orang yang terbilang kondisi keuangan yang sangat bawah sekali bisa saja pergi menonton ketetangganya, karena hubungan antara masyarakatnya cukup baik.
c.    Teks Budaya dan Maknanya
Penggunaan alternative yang digunakan oleh Fiske adalah untuk menyediakan istilah ‘teks’ bagi keluaran yang bermakna dari pertemuan antara konten dan pembaca[34]. Misalnya program ‘televisi’ menjadi sebuah teks pada saat pembacaan, yaitu ketika interaksi dengan satu dari banyak khalayaknya mengaktifkan sejumlah makna/kesenangan yang mampu ‘merangsang’[35]. Dari definisi ini, dapat diketahui bahwa program televisi yang sama dapat memproduksi banyak teks yang berbeda dalam artian makna yang dicapai.
Sebelumnya kita sudah menyinggung tentang tv lokal yang ada di Lombok, disana sudah menentukan dan dikhususkan bahwa konten atau sejenisnya yang dapat ditayangkan dalam siaran tersebut adalah kebudayaan Lombok, tentu saja salah satunya adalah peresean.
Fiske berpendapat bahwa polisemi merupakan ciri yang penting dari budaya media popular yang sebenarnya karena semakin banyak makna potensial, semakin besar kemungkinan daya tarik bagi khalayak yang berbeda dan kategori sosial yang berbeda dalam keseluruhan khalayak. Pada bagian sebelumnya kita sudah menyinggung tingkatan masyarakat yang ada didaerah Lombok. Kalangan bawah, menengah dan atas. Tapi tidak menutup kemungkinan si kalangan bawah dapat mengambil peran penting dalam peresean dan kalangan atas atau disebut ningrat entah itu keturunan para raja sekalipun, mereka hanya menjadi komunikan atau sebatas penikmat jika seandainya kita berbicara tentang kalangan kerajaan.
d.   Intertekstualitas
Jika kita melihat dari asal muasal Dewi Mandalika dan tetap berpatokan pada apa yang telah dikemukakan oleh Fiske sebelumnya ‘teks yang diproduksi oleh pembaca tidak terbatas dalam maknanya oleh batasan yang ditetapkan dari sisi produksi antar program atau antar kategori konten’[36]. Intertekstualitas (intertextuality) bukan hanya pencapaian dari pembaca, tetapi juga ciri dari media itu sendiri yang terus menerus saling merujuk dari satu media ke lainnya, dan ‘pesan’ media yang berbeda.
Kode (code) adalah system makna yang aturan serta konvensinya dibagi kepada anggota budaya atau yang disebut sebagai ‘komunitas interpretatif’ (interpretative community)[37]. Kode membantu menyediakan hubungan antara produsen media dengan khalayak media dengan menaruh pondasi untuk interpretasi. Kita memaknai dunia dengan mengambil pemahaman dari kode dan konvensi komunikatif. Gestur, ekspresi, bentuk pakaian, dan gambar tertentu, misalnya membawa makna yang kurang lebih pasti didalam budaya tertentu yang dibangun dengan penggunaan dan keakraban. Sebuah contoh dari kode film (Monaco,1981) adalah gambar yang memadukan wanita menangis, sebuah bantal dan uang untuk melambangkan rasa malu.
Sama halnya dengan peresean, ketika pepadu-pepadu saling bertarung dengan berbagai macam gerakan serta menggunakan tongkat pemukul dari rotan dan ende untuk menangkis pukulan lawan. Pada setiap gerakkannya seolah memadukan dengan apa yang terjadi dimasa lalu, tetapi bisa saja terjadi perubahan baik dari gerakan atau tata cara yang sudah berbeda dari masa lalu. Perbedaan pemikiran dari kebudayaan ini sendiri sedikit rampung, ada yang mengatakan bahwa asal usul peresean terjadi karena cerita Dewi Mandalika adapun yang mengatakan atau versi lawasnya bahwa peresean timbul dari pelampiasan emosional para raja Sasak ketika akan dan atau telah selesai menghadapi peperangan melawan musuh-musuhnya. Oleh karena itu, peresean juga digunakan sebagai ajang untuk menunjukkan atau memupuk keberanian, ketangkasan dan ketangguhan seseorang dalam sebuah pertempuran. Darah yang menetes ke bumi dalam pertarungan peresean akibat sabetan alat pemukul juga diyakini sebagai simbol turunya hujan, sehingga semakin banyak darah yang menetes, semakin lebat pula hujan yang akan turun. Namun, masyarakat setempat mencoba untuk menyelaraskan keadaan yang ada disekitarnya, ini bersifat relative tergantung dilihat dari aspek mana maka pemikiran itu dapat diterima. Misalnya, ketika masyarakat meminta hujan untuk membasahi sawah-sawahnya, maka orang-orang melakukan pagelaran peresean tersebut. Seperti apa yang telah dituturkan oleh Sahdi pemuda sasak yang berasal dari daerah Sakra, bahwa “Masyarakat di daerah saya sangat antusias, alasan utama kami yaitu masyarakat daerah sakra adalah ritual untuk memanggil hujan, yang sudah di laksanakan turun temurun... Di daerah saya tidak ada nama perkelompokan.. Tapi lebih kepada individu atau sering di sebut pepadu yang mewakili daerah saya. Salah satu pepadu yang terkenal di daerah saya adalah garuda emas dan kelawek bereng... Pepadu di daerah saya hanya pernah memperkenal kan adat peresean hanya sebatas di daerah saja”.
Tapi peresean juga sudah diperkenalkan ke korea oleh para pemuda-pemuda sasak. Terlihat dari video youtube, antusias masyarakat yang menyaksikan. Meskipun mereka tidak mengetahui apa makna yang ada dalam peresean, makna yang tengah disampaikan dalam permainan tersebut. Bunyi kebudayaan yang tersurat dalam kesatuan kehidupan masyarakat sasak.
e.    Artefak
Artefak adalah benda apa saja yang dihasilkan oleh kecerdasan manusia[38]. Aspek ini merupakan perluasan lebih jauh dari pakaian dan penampilan. Disini membahas tentang benda-benda atau alat yang digunakan oleh para pepadu hingga memiliki makna tertentu, makna yang meluas dan mampu menyampaikan maksud yang ingin disampaikan dari apa yang akan ditampilkan.
1.      Alat pemukul, sebuah pemukul yang terbuat dari rotan
2.      Ende, sebuah tameng yang dibuat dari kulit sapi/kerbau
3.      Alat musik, tujuannya untuk menggugah semangat bertanding para pepadu. Alat-alat musik yang digunakan adalah :
·         Gong, alat musik ini berbentuk bundaran yang ditengahnya terdapat sebuah bundaran lagi dan tepat dibundaran tersebut jika dipukul akan menghasilkan suara yang mendengung.
·         Sepasang kendang. Kendang berbentuk silinder dengan lubang ditengahnya, terbuat dari kayu dan ditutup oleh kulit sapi atau kambing yang telah disamak. Gendang ini dimainkan dengan cara ditepuk dengan dua telapak tangan pada kedua sisinya.
·         Rincik/simbal
·         Kajar
·         Suling, dibuat dari bambu dan diberi lubang agar menghasilkan bunyi yang merdu. Suling dimainkan oleh seorang sukaha(pemain) dengan cara ditiup.
Sebelumnya, mari kita menengok realitas sosial yang ada. Manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Ritzer mengatakan bahwa manusia bebas dalam hubungan antara individu dengan masyarakat merupakan pandangan beraliran liberal ekstrem, namun pengaruh aliran ini telah menyebar luas dalam paradigm definisi sosial.
Ada pengakuan yang luas terhadap eksistensi individu dalam dunia sosialnya, bahwa individu menjadi ‘panglima’ dalam dunia sosialnya yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Individu bukanlah manusia korban fakta sosial, namun mesin produksi sekaligus reproduksi yang kreatif dan mengkonstruksi dunia sosialnya[39]. Karena terkadang, orang-orang cenderung menginginkan agar bisa menjadi sorotan yang lain. Pada dasarnya, seorang individu lebih tampil eksis dengan mengeluarkan apa yang ada pada dirinya atau dia memiliki kemampuan seperti apa, sehingga dengan begitu dia bisa tampil dengan perasaan yang lebih percaya diri dan merasa mampu untuk melakukannya. Secara liberalis, saya beranggapan bahwa peresean ini suatu tindakan yang bisa menyebabkan kejatuhan korban jiwa ataupun luka sayatan akibat pukulan benda-benda yang digunakan. Mungkin beda-beda pendapat, masyarakat sebagai audience yang menyaksikan hanya ikut terbawa oeh suasana tanpa memikirkan nasib si pemain. Hanya saja pemain lebih cenderung pula untuk aktif mungkin karena sudah menjadi keterbiasaan. Meskipun ada pelindung yang digunakan, tapi tidak memungkinkan untuk melindungi sepenuhnya.
f.    Media ladang Emas
Media yang sekarang cukup mengalami kepesatan yang terbilang tinggi. Duduk didepan pc atau laptop maupun gadget sudah menjadi suatu hoby bagi orang-orang yang suka browsing. Maka sebab itulah adanya budaya Cyber yang bisa saja akan menelan kapasitas orang Indonesia yang begitu banyaknya. Orang-orang pada saat ini suka browsing youtube. 100 juta lebih pengguna youtube sering mengunjungi video-video yang berkaitan dengan kebudayaan. Youtube salah satu jejaring sosial yang memiliki kelebihan yang berbeda dengan jejaring sosial lainnya. Kita bisa menonton bahkan bisa juga mendengar suaranya, jadi youtube merupakan media yang cukup terpercaya dalam proses penyampaian informasi. Kapanpun kita mau menyaksikan, selama video tersebut belum dihapus oleh si peng-upload kita bisa menyaksikannya sesuka hati. Ibaratnya, youtube merupakan salah satu ladang emas untuk berbagi. Baik dalam hal video apa saja.
Media ladang emas selanjutnya adalah Website. Disetiap situs-situs yang sering kali menjajakan ketenarannya, inilah salah satu media yang mampu menghantarkan para pencari ilmu pengetahuan. Terlebih lagi dengan situs yang menyediakan kebudayaan, sudah banyak sekali. 
Terdapat banyak bukti bahwa penggunaan media dapat memainkan peranan penting dalam ekspresi dan penguatan identitas untuk berbagai jenis subkelompok. Hal ini tidak mengejutkan karena media merupakan bagian dari ‘budaya’[40].
g.   Difusi Inovasi dan Perkembangan
 (Lerner,1958) telah menggambarkan pengaruh media sebagai ‘pembentuk modernisasi’ hanya melalui kebaikan dengan mempromosikan ide barat dan suara konsumen. Pandangan arus utama dari efek media adalah sebagai pendidik massa yang bekerjasama dengan pihak berwenang, para ahli dan pemimpin lokal yang diterapkan untuk tujuan perubahan tertentu[41].
Everet Rogers menggambarkan empat tingkat model difusi, yaitu : informasi, persuasi, keputusan atau adopsi dan konfirmasi[42]. Masyarakat mendapatkan informasi dari berbagai sumber, bisa saja dari media maupun seorang opinion leader yang diceritakan dari satu kelompok orang ke kelompok lainnya. Persuasi, dengan cara mempersuasif masyarakat agar masyarakat mau mendengar apa yang kita bicarakan. Keputusan atau adopsi, masyarakat bisa menyaring segala informasi-informasi, melihat dari aspek mana dan apakah bukti atau kebenarran rill dari informasi itu dapat diterima dengan akal sehat. Konfirmasi, bagaimana efek masyarakat dalam penerimaan informasi, terjadi proses timbale balik dari masyarakat yang menerimanya. Terkadang masyarakat akan mengikuti silsilah dengan tetap menerapkan apa yang sudah ada dan bisa jadi dominansi masyarakat akan melakukan hal yang sama. Istilahnya, ada rasa penghormatan terhadap budaya yang ada.
h.      Lingkungan Media Komunikasi Baru
a.    Televisi Digital
DTV atau sering kita kenal dengan sebutan digitalisasi televise akan memberikan kemudahan bagi kita untuk mengakses ke 1.400 sampai dengan 1.500 pilihan saluran televise, beberapa saluran menawarkan informasi dan pelayanan data serta beberapa keistimewaan lainnya. Kombinasi dari pengubahan kedalam format digital dan penempatan memungkinkan enam saluran tv bisa dipancarkan sekaligus diangkasa yang dulunya hanya untuk satu saluran. Jadi, kemungkinan besar untuk era digitalisasai itu sendiri, kita bisa menyaksikan baik dari lokal maupun nasional. Dilihat dari lokalnya sendiri, untuk mencari tahu tentang kebudayaan atau lebih tepatnya peresean itu sendiri, ingin menyaksikan pertarungan peresean akan lebih mudah lagi. Tidak perlu kedaerah Lombok, cukup dengan duduk tenang dan menikmati segelas teh hangat itu pun akan membantu serta pencernaan otak akan mengalir sendiri mengikuti apa yang kita baca[43].
b.   Internet
Situs jaringan internet yang terus berkembang pada saat ini, cukup membantu. Lebih tepatnya, dalam proses pencarian setiap informasi maupun pertontonan peresean yang ada di Lombok akan sangat mudah.
c.    Agen
Seperti halnya kita tahu, bahwa aliran informasi dan jumlah saluran yang tersedia meningkat, sangat mungkin sekali jika orang butuh beberapa bantuan dalam memilah-milah informasi yang ada.
Membantu dalam memilah informasi kemungkinan besar terdapat dalam bentuk robot computer (computerized robots), agen-agen atau digital butlers. Hal ini memiliki beberapa tingkat tiruan dan akan diprogram untuk melakukan berbagai latihan bagi kita.
i.        Teori Komunikasi Dunia Maya
Internet adalah jaringan computer dunia yang mengembangkan ARPANET, suatu system komunikasi yang terkait dengan pertahanan-keamanan yang dikembangkan pada tahun 1960-an. Manfaat system komunikasi yang berjaringan ini dengan cepat ditangkap oleh para peneliti dan pendidik secara umum. Akhir-akhir ini, melalui komputer dirumah , modem, dan warnet, serta melalui layanan-layanan seperti web-tv, internet hadir untuk public[44].
Internet memungkinkan hampir semua orang dibelahan dunia mana pun untuk saling berkomunikasi dengan cepat dan mudah. Internet mengubah komunikasi dengan beberapa cara fundamental.
Perkembangan baru dalam teknologi komunikasi seperti internet juga menyebabkan perbedaan antara media massa semakin tipis dibandingkan sebelumnya. Banyak koran dan sumber siaran berita sekarang ini memiliki website yang mereka pakai untuk menyalurkan informasi[45].
Streaming video juga memperkenalkan kemungkinan yang berbeda, menonton tv melalui komputer dirumah. Meskipun mungkin agak lambat, karena frekuensi yang meningkat di Internet, kita bisa melihat ekuivalen ribuan channel tv baru sedang ditawarkan melalui internet.
j.        Asumsi Terhadap Teori Masyarakat Massa
Melihat pergolakan media yang tengah berkembang pada masa sekarang ini, kita dapat mengambil beberapa asumsi dari masyarakat yang ada di Lombok yang memiliki adat kebudayaan peresean tersebut.
1.   Karena media adalah kekuatan yang sangat kuat dalam masyarakat yang dapat menggerogoti nilai dan norma sosial sehingga dapat merusak tatanan sosial, hanya saja jika mengarah kepada pendidikan, seperti halnya dengan peresean tersebut, kemungkinan besar akan lebih berdampak positif. Dikarenakan, banyak yang mengambil pebelajaran dari video tersebut. Namun, juga bisa berdampak negative, contohnya : jika seandainya anak kecil, menyaksikan video tersebut, bisa jadi mereka akan meniru apa yang dilakukan oleh para pepadu-pepadu tersebut. Dan malah akan berdampak negative pada si anak. Untuk itulah, tugas orang tua mencoba untuk menjelaskan dan mengajarkan dengan baik. Apa yang didapat ketika menyaksikan video tersebut, serta asal-usulnya.
2.   Media dapat mempengaruhi pemikiran kebanyakan orang, mentransformasikan pandangan mereka tentang dunia sosial. Tentu saja, apa yang ditampilkan dalam media internet bisa saja berbeda-beda. Contohnya, asal-usul peresean, ada yang mengatakan bahwa peresean adalah peresean timbul dari pelampiasan emosional para raja sasak ketika akan dan atau telah selesai menghadapi peperangan melawan musuh-musuhnya, dan adapula yang mengatakan bahwa asalnya dari kisah Dewi Mandalika dan adapun yang mengatakan bahwa peresean digunakan untuk menurunkan hujan.
3.   Ketika pemikiran seseorang telah ditransformasi oleh media, maka semua bentuk konsekuensi buruk dalam jangka panjang mungkin terjadi –tidak hanya dapat menghancurkan kehidupan seseorang, tetapi juga menciptakan masalah sosial dalam skala besar.
4.   Sebagian besar individu sangat rentan terhadap karena dalam masyarakat massa mereka terputus dan terisolasi dari lembaga sosial tradisional yang sebelumnya melindungi mereka dari usaha manipulasi media.
5.   Kerusakan sosial yang disebabkan media mungkin akan dapat diperbaiki dengan pendirian sebuah tatanan yang totaliter.
6.   Media massa tidak dapat mengelak dari kegiatan yang merendahkan bentuk budaya yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya penurunan secara umum dalam peradaban.
Mengapa media begitu berbahaya dimasyarakat? Itu adalah sebuah pertanyaan yang mungkin membuat kita sedikit tercengang, karena kita sering kali beranggapan bahwa media sangat bermanfaat untuk masyarakat, tak heran jika seandainya kita memiliki pemikiran seperti itu, karena kita sering beranggapan bahwasanya media cukup memberikan informasi saja, atau media digunakan untuk mengetahui cuaca, tempak, suhu, geografis dan sebagainya. Tapi sekali lagi, apa yang membuat media menjadi ancaman? Kita perhatikan, media memiliki kekuatan untuk menjangkau dan secara langsung dapat mempengaruhi pemikiran orang awam sehingga pemikiran mereka dapat [46]teracuni. Fenomena ini sering dikenal dengan asumsi efek langsung[47] dan itu telah menjadi perdebatan panas semenjak tahun 1940-an. Walaupun setiap versi teori masyarakat massa memiliki konsep tersendiri mengenai jenis pengaruh langsung yang dimiliki setiap media, semua versi tersebut memiliki kesamaan dalam menekankan tentang betapa pengaruh ini dapat sangat rentannya sebagian besar masyarakat terhadap perubahan yang disebabkan media. Kebanyakan warga biasanya pasrah dalam menghadapi kekuatan konten media yang manipulative.
k.      Kemajuan
Di Amerika Serikat, seperti yang diingatkan oleh Hanson, “Perubahan, corak baru, dan kemajuan sangat dihargai.”[48]. Masyarakat Amerika mula-mula membuka hutan, mengeringkan rawa-rawa dan mengubah aliran air untuk “membangun” negara tersebut. Mayarakat Amerika kontemporer telah pergi ke bulan sebagai pembuktian bahwa mereka mampu melakukannya. Seperti itulah pemuda-pemuda Lombok yang pada akhirnya mampu melejitkan diri keluar, meskipun baru dilingkup ASEAN. Sangat membanggakan, atas prestasi dan terlihat begitu banyak orang-orang yang ada di korea tertarik dengan aksi yang mereka pertunjukkan. Sekaligus memperkenalkan daerah dan kebudayaan Indonesia, meski berada di wilayah yang mungkin terbilang sangat sedikit yang mengetahui daerah itu sendiri. Sampai-sampai daerah yang terpencilpun jarang sekali ada yang tahu, meskipun begitu sangat kaya akan keragaman adatnya. Mulai dari bahasa, kesopan-santunan, tempat pariwisata, kebiasaan orang Lombok dan budaya yang bermacam-macam banyaknya.   
l.        Memperkenalkan Daerah dan Budaya lewat video
Seperti halnya yang kita ketahui, bahwa media tentu saja mampu membombardir budaya untuk melejitkan diri di negara lain. Bahkan media sendiri mampu memproduksi suatu film berdurasi pendek sekaligus untuk public.
Pada video kedua, terlihat bahwa para pemuda-pemuda lombok telah memperkenalkan budaya sasak ke luar negeri. Tentu saja, ada kebanggaan sendiri untuk Indonesia terlebih lagi masyarakat Lombok. Disitu kita melihat, antusias para penonton yang ada dikorea, mereka seolah yang ikut berperan dalam hal itu, sampai-sampai mereka pun sepertinya ingin maju dan langsung memperagakannya.
Secara tidak sengaja, disini bermaksud untuk menghubungkan antar kedua negara, yaitu negara Indonesia dan Korea, sehingga bisa saling mempererat silaturrahmi. Baik dari rakyat maupun pemerintahannya.  
DAFTAR PUSTAKA
Soelaeman, Moenandar (1987). Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar. Bandung : Reflika Aditama.
Wardoyo, Sisca (2010). Dahsyatnya Pikiran Positif : Biasakan Diri Berfikiran Positif dan Lihatlah Apa yang Terjadi. Yogyakarta : Manika Books.
Bungin, Burhan (2007). Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi di Komunikasi Masyaraka. Jakarta : Kencana.
Nasrullah, Rulli (2012). Komunikasi Antar Budaya : Di Era Budaya Siber. Jakarta : Kencana.
Littlejhon, Stephen W. (2012). Teori Komunikasi : Theories of Human Communication. Jakarta : Salemba Humanika.
McQuail Denis (2011). Teori Komunikasi Massa McQuail. Jakarta : Salemba Humanika.
J.Severin Werner (2005). Teori Komunikasi : Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta : Kencana.
Baran Stanley J.- Davis Dennis K. (2010). Teori Komunikasi Massa : Dasar, Pergolakan dan Masa Depan. Jakarta : Salemba Humanika.
Mulyana, Deddy (2000). Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya
Bungin, Burhan (2008). Konstruksi Sosial Media Massa : Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap PETER L. BERGER dan THOMAS LUCKMANN. Jakarta : Kencana
Samovar, Larry A (2010). Komunikasi Lintas Budaya : Communication Between Cultures. Edisi 7. Jakarta Selatan : Salemba Humanika

Internet :
Peresean, Permainan Tradisional Masyarakat Lombok-Budaya.html
Situs :  Wacana Nusantara
Situs : Budaya Melayu
Sumber Youtube : Peresean Surelage VS Janeprie kesenian sasak Lombok
http://tulismenulis.com/penerapan-teori-strukturalisme-genetik-dalam-lakon-putri-mandalika-mencinta-untuk-menghidupkan/
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Intertekstual




[1] E.B Taylor (1897) Lihat Dr. M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar (1987). Hal 19
[2] Kroeber and Klukhon (1950) Lihat Dr. M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar (1987). Hal 20
[3] Koentjaraningrat (1980)
[4] Sansakerta : Lihat Dr. M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar (1987). Hal 21
[5] Lihat Dr. M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar (1987). Hal 22
[6] Lihat Dr. M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar (1987). Hal 23
[7] Koentjaraningrat (1985)
a.        Lihat : Dr. M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar (1987). Hal 23-24
b.        Lihat : Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan Nasional, (1985)-referensi tambahan
c.        Lihat : Dr. M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar (1987). Hal 25
[8] Bakker (1984:37)
[9] Bakker (1984 : 37) – Ilmu  Budaya Dasar : Suatu Pengantar (1987). Hal 26
[10] Lihat Dr. M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar (1987). Hal 26 : a) Kebudayaan subjektif, terdapat dalam perkembangan kebenaran, kebajikan dan keindahan. Dalam hierarki nilai perwujudannya dilihat dari kesehatan badan, penghalusan perasaan, kecerdasan budi luhur (Lihat : Sisca Wardoyo, Dahsyatnya Pikiran Positif : Biasakan Diri Berpikiran Positif dan Lihatlah Apa yang Terjadi (2010) hal 37-38) bersama dengan kecakapan untuk mengkomunikasikannya. Kesehatan, gaya indah, kebajikan dan kebijaksanaan merupakan puncak-puncak bakat (ultimatum potatie) dari badan, rasa, kemauan dan akal. Itulah dikonkretisasikan lebih lagi dalam keterampilan, kecekatan, keadilan kedermawanan, elokuensi, dan fungsi-fungsi lain yang diperkembangkan dalam tabiat manusia oleh pengalaman dan pendidikan.
b) Kebudayaan objektif, ketika nilai-nilai imanen dalam kebudayaan subjektif harus menyatakan diri dalam tata lahir sebagai materialisasi dan institusionalisasi. Dunia kebudayaan objektif terbentang luas dan serba guna, lalu dihasilkan oleh orang-orang angkatan sepanjang sejarah. Sedikit demi sedikit dibina, dengan maju-mundur, dengan pinjam-meminjam antar kebudayaan. Disanalah dialog antara manusia dan alam memuncak. Dan mulailah nilai-nilai objektif itu disistematisasikan menurut beberapa prinsip pembagian, antara lain : ilmu pengetahuan, teknologi, kesosialan, ekonomi dan agama.
[11] Sosiolog Amerika
[12] 1993: 2. Lihat Prof. Dr. H.M. Burhan Bungin, S.Sos. M.Si, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (2006). Hal 27
[13] Lihat Dr. M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar (1987). Hal 27

[14] Karl Marx adalah pendiri sosiologi beraliran Jerman. Berbeda dengan Claude Henri Saint-Simon, August Comte, dan Emile Durkheim beraliran Perancis. Lihat Prof. Dr. H.M. Burhan Bungin, S.Sos. M.Si, Sosiologi Komunikasi : Teori Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (2006). Hal 17-21
[15] Ritzer (2004:26)
[16] Ritzer, 2004: 187
[17] John Dewey
[18] Ibrahim, 2005: xiii
[19] Uchyana, 2002: 11. Lihat Prof. Dr. H.M. Burhan Bungin, S.Sos. M.Si, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (2006). Hal 31
[20] Lihat Prof. Dr. H.M. Burhan Bungin, S.Sos. M.Si, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (2006). Hal 31-32
[21] McQuail (1994:6)
[22] Lihat Prof. Dr. H.M. Burhan Bungin, S.Sos. M.Si, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (2006). Hal 36
[23] Lihat : Rulli Nasrullah, KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA : Di Era Budaya Siber (2012). Hal 12
[24] Lihat : Rulli Nasrullah, KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA : Di Era Budaya Siber (2012). Hal 13
[25] (2002:1) hal 17
[26] Sebuah perisai untuk menangkis pukulan lawan

[27] Lihat  : Stephen W. LittleJohn, Karen A. Foss, Teori Komunikasi : Theories of Human Communication Edisi 9 (2009). Hal 65
[28] Lihat  : Stephen W. LittleJohn, Karen A. Foss, Teori Komunikasi : Theories of Human Communication Edisi 9 (2009). Hal 65
[29] Lihat  : Stephen W. LittleJohn, Karen A. Foss, Teori Komunikasi : Theories of Human Communication Edisi 9 (2009). Hal 67
[30] Lihat  : Stephen W. LittleJohn, Karen A. Foss, Teori Komunikasi : Theories of Human Communication Edisi 9 (2009). Hal 57-58
[31] Teori Gadamer (Hans-George Gadamer). Hal 198
[32] Bahasa Lombok yang artinya nenek moyang terdahulu.
[33] Selaparang tv : yang khusus menyiarkan konten-konten masyarakat Lombok.
[34] Lihat : Denis McQuail : Teori Komunikasi Massa : McQuail’s Mass Communication Theory Edisi 6 Buku : 2 (2011). Hal 130
[35] Lihat : Denis McQuail : Teori Komunikasi Massa : McQuail’s Mass Communication Theory Edisi 6 Buku : 2 (2011). Hal 130 (1987:14)
[36] Lihat : Denis McQuail : Teori Komunikasi Massa : McQuail’s Mass Communication Theory Edisi 6 Buku : 2 (2011). Hal 132
[37] Sekelompok penggemar dari genre, penulis atau penampil media yang sama

[38] Lihat : Prof Deddy Mulyana, M.A., Ph.D. : Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar (2013). Hal 433
[39] Lihat Prof. Dr. H. M. Burhan Bungin, S. Sos., M.Si., Konstruksi Sosial Media Massa : Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap PETER L. BERGER dan THOMAS LUCKMANN (2008). Hal 11-12
[40] Lihat : Denis McQuail : Teori Komunikasi Massa : McQuail’s Mass Communication Theory Edisi 6 Buku : 2 (2011). Hal 184 (Hebdige, 1978)
[41] Lihat : Denis McQuail : Teori Komunikasi Massa : McQuail’s Mass Communication Theory Edisi 6 Buku : 2 (2011). Hal 247
[42] (1962; Rogers dan Shoemaker, 1973)
[43] Lihat : Werner J. Severin James W. Tankard, Jr : Teori Komunikasi : Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam Media Massa Edisi 5. Hal 5
[44] Hal 443

[45] Lihat : Werner J. Severin James W. Tankard, Jr : Teori Komunikasi : Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam Media Massa Edisi 5. Hal 445

[46] (Davis,1976)
[47] Lihat : Stanley J. Baran : Teori Komunikas Massa : Dasar, Pergolakan, dan Massa Depan (2010) Edisi 5. Hal : 68-70
[48] Lihat : Larry A. Samovar : Komunikasi Lintas Budaya : Communication Between Cultures (2010) Edisi 7. Hal : 233

www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com

Disqus Shortname

Comments system